Hilmi Hasan Ketua Koperasi Jasa Profesi Cipta Prima Sejahtera
mengungkapkan, koperasi akan terfokus kepada usaha investasi kelapa
sawit yang menjadi bisnis intinya. Tahun ini, KJP Cipta Prima Sejahtera
berencana melakukan kegiatan penanaman lahan seluas 10 ribu hektare.
Lokasi perkebunan berada di Kabupaten Tanah Laut, Kabupaten Barito Kuala
,Kalimantan Selatan dan Kapuas, Kalimantan Tengah.
Menurutnya, tidak semua orang tertarik berinvestasi kepada sektor
pertanian terutama perkebunan kelapa sawit. Karena, masyarakat lebih
berminat untuk berinvestasi kepada sektor properti atau ditabung di
bank.
Bagi masyarakat yang tertarik, mekanisme berinvestasi tidaklah sulit.
Tahap pertama, masyarakat membayar uang muka sebesar Rp 10 juta per
hektare . Setelah itu, cicilan investasi dapat diangsur sebesar Rp 983
ribu per bulan per hektare selama 60 bulan. Namun , apabila investasi
dibayar tunai, masyarakat tinggal membayar Rp 65,5 juta per hektare.
Untuk masyarakat yang menjadi peserta investasi ini maka secara langsung
sudah menjadi anggota Koperasi.
Fasilitas keanggotaan lewat program antara lain bagi hasil pada tahun
keenam hingga 25 tahun, memperoleh account member koperasi, webmail
koperasi, informasi perkembangan cashflow atau laporan keuangan per
triwulan maupun semester. Lalu, anggota dapatkan sertifikat hak milik
atas nama anggota dan bisa dibalik nama atau diwariskan. Selain itu,
kunjungan lokasi perkebunan dan annual meeting koperasi.
Investor juga akan memperoleh kartu anggota berdasarkan luas lahan.
Kartu Blue bagi investor dengan luas lahan 1-5 hektare, jenis silver
6-10 hektare, jenis gold luas lahan 11-25 hektare, platinum lahannya
seluas 26-50 hektare, dan diamond luas lahan diatas 51 hektare.
Hilmi mengatakan masyarakat sudah dapat menikmati break even point
(BEP) pada tahun ke enam. Berdasarkan perhitungan Koperasi Jasa Prima,
nilai aset tanah pada tahun kelima mencapai Rp 25 juta per hektare dan
nilai investasi tanaman sawit sebesar Rp. 20 juta per hektare.
Sampai 2011, luas perkebunan sawit KJP diperkirakan 6.600 hektare
yang tersebar di wilayah Batola dan Palaihari. Hilmi menambahkan, tahun
ini koperasi berencana menambah luas lahan 8 ribu hektare di wilayah
Kalimantan Tengah dengan potensi seluas 8.000 ha. ”Di daerah Kapuas,
ijin lokasi lahan sudah diajukan seluas 2.600 ha,” ujar Hilmi.
Keuntungan yang ditawarkan dalam investasi ini, para anggota KJP
tidak harus mengelola dan merawat kebunnya sendiri. Menurut Hilmi,
kegiatan perawatan tanaman sudah menjadi tanggung jawab koperasi dengan
standar perawatan sama dengan perusahaan. “Selama 25 tahun kontrak,
koperasi yang mengelola kebun . Kemudian, tidak ada penyerahan tanggung
jawab setelah 5 tahun anggota melunasi angsuran,” papar bapak beranak
lima ini.
Alasan lain pengelolaan di tangan koperasi, kata Hilmi, supaya lahan
tidak dipindahtangankan ke orang lain. Artinya, supaya anggota dan
koperasi merasa aman dalam berbisnis. “Jadi dari awal harus jelas
perjanjiannya. Kendati sertifikat tanah akan diberikan kepada anggota.
Namun dalam pengelolaan dipegang sepenuhnya oleh koperasi,” ungkapnya.
Sehingga, semua kebutuhan tanaman seperti pupuk dan benih itu
ditanggung koperasi. Setelah tanaman menghasilkan, perusahaan akan
memberikan potongan biaya sebesar 8% dari biaya pengelolaan. Hilmi
mencontohkan ketika masa panen Tandan Buah Segar (TBS) sawit hasil
penjualan mencapai Rp 1 juta dan biaya pemeliharaan sebesar Rp 400 ribu,
maka koperasi berhak memotong 8% dari Rp 400.000. “Pemotongan akan
dilakukan pada tahun keenam ketika tanaman menghasilkan,” ujar Hilmi.
Dalam satu hektare kebun, anggota akan memiliki rata-rata 136 pohon
bahkan bisa sampai 180 pohon. Satu pohon minimal akan mendapatkan berat
TBS minimal 3 kilogram dengan rata-rata yield 5-6 ton per hektare.
Asumsinya, pada tahun pertama Tanaman Menghasilkan (TM) diperoleh
keuntungan minimal Rp 1juta-Rp2 juta. Nilai keuntungan dipengaruhi oleh
tiga faktor yakni produksi, biaya pemeliharaan dan harga Tandan Buah
Sawit.
Hilmi menceritakan awalnya investasi ini dipandang sebelah mata
karena masa pengembalian keuntungan dinilai terlalu lama. Berbeda dengan
orang dagang yang memperoleh keuntungan pada hari itu juga. Karena
investasi sawit ini diperkiraka dengan uang muka sebesar Rp 10 juta dan 5
tahun belum ada hasil. “Untuk menyakinkan para investor itu tidak
mudah, karena saya meyakinkan mereka hanya berdasarkan fakta dan
kepercayaan,” ujar mantan karyawan PT Minamas Plantations ini.
Hilmi mengatakan, sekarang ini sudah mendapatkan respon yang cukup
baik dari masyarakat yang tertarik dengan investasi sawit ini. Beberapa
investor ada yang datang dari Jawa Tengah dan luar Kalimantan. Bahkan,
Jajaran Kepolisian Daerah Kalimantan Selatan ada yang telah ikut
berinvestasi. “Jika seluruh Polda di Indonesia berinvestasi di kebun
sawit, maka kita bisa mengelola sawit di seluruh Indonesia. Karena
kekuatan kita ada pada sumber daya manusia dan lahan,” tambah Hilmi.
Hilmi berpandangan dirinya tidak ikhlas apabila lahan kelapa sawit
lebih didominasi oleh investor dari luar negeri. “Saya tidak ridho atau
rela tanah diambil oleh orang lain yang notabene bukan Indonesia,”
tukasnya. Koperasi ini berasas kebersamaan dengan spirit nasionalisme.
Jumlah anggota sampai awal tahun ini mencapai sekitar 500 orang yang
tersebar di seluruh Indonesia.
Hilmi berharap, dalam menjalankan bisnis kelapa sawit ada kemudahan
dari sisi birokrasi terutama untuk perizinan. Artinya koperasi bisa
membuka lahan dimana saja. Birokrasi jangan berpikir sesaat, karena
kadang kepala daerah siapa yang membayar mahal cepat memperoleh izin
lokasi, yang pada akhirnya malahan menjadi milik pihak asing. Berikan
kesempatan pada orang Indonesia asli untuk mengembangkan sawit dan
kemudian usaha ini menjadi amal jariah bagi cucu kita. “Bahkan impiannya
Indonesia dapat menguasai dunia lewat kelapa sawit, karena potensi
lahan Negara ini masih sangat luas,” pungkas Hilmi. (Bebe)
Sumber:
http://sawitindonesia.com/index.php/profil-usaha/27-koperasi-jasa-profesi-cipta-prima-sejahtera-cara-gampang-berinvestasi-sawit
Tidak ada komentar:
Posting Komentar